Kamis, 13 Maret 2014

TERSESAT JALAN PULANG KAMPUNG


"TERSESAT JALAN PULANG KE KAMPUNG"
DI PULAU LEMBATA


Sudah 23 tahun saya tidak pulang kampung,  di Pulau LEMBATA. Pulau Lembata merupakan pulau yang ada di ujung pulau Flores. Pulau ini termasuk dalam kepulauan Solor dengan bahasa persatuannya Bahasa Lamaholot.

23 tahun aku keluar dari kampung halaman ku di desa Meluwiting, kecamatan Omesuri. Tanggal 01 Bulan 10  Tahun 1990 saya berangakat dari Ibu Kota Omesuri, Balauring.

Pada tahun tersebut, Pulau Lembata masih bergabung dengan Kabupaten Flores Timur (Flotim).

Pulau Lembata baru 15 tahun menjadi kabupatan sendiri ibarat anak baru duduk di SMP ( Sekolah Menengah Pertama) begitu juga perkembangan  Kabupaten Lembatam saat ini. seperti judul lagu "AKU  MASIH SEPERTI YANG DULU" . Ini semua karena faktor SDM Kepemimpinan pemerintah setempat//

Kabupaten Lembata dengan ibu kota Lewoleba, namun ketika kita turun dari pesawat di bandara wunopito, kita tidak melihat dimana letak kotanya????// 

Begitu juga kita turun dari pelabuhan laut baik di waijarang kita tidak melihat mana kotanya ???.

Lewoleba ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Lembata, namun tata kotanya mirip perkampungan. Orang yang baru datang ke Lewoleba, tidak percaya itu Ibu kota kabupaten. 

Seharusnya sudah 15 tahun dengan tiga kepemimpinan Bupati tidak ada perubahan yang signifikan. Infastrutur tidak beres jalan raya di kota Lewoleba penuh dengan lubang, apalagi jalan keluar kota seperti menuju, Kedang, Ile Ape, Nagawutun, Atadei, sangat parah. jalan memang diaspal tapi hanya sekedar menyenangan masyarakat di kabupaten Lembata.

Kabupaten ini tidak memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) sehingga, bagi kita orang baru yang masuk ke Lewoleba kebingunan. Contoh sederhana, nama arah penunjuk jalan saja tidak ada. 

Harus ada petunjuk jalan ketika kita keluar dari  Bandara Wunopito, ada tiga  persimpangan jalan. Harus ada arah penunjuk jalan. Apakah jalan menuju, Kedang,Ile Ape, Lodoblolong atau jalan ini menuju kota Lewoleba, Atadei dan sebagainya???.

Dari petunjuk nama jalan saja tidak ada, ini yang membingungkan, bagi orang  baru datang di Kabupaten Lembata. Aplagi wisman mancanegara.

Kenapa judul tulisan ini ,


"TERSESAT JALAN PULANG KE KAMPUNG"

Ini sebuah kisah "nyata"  walaupun lucu namun sebuah kenyataan yang saya alami. walupun menjadi cemohan orang.

 Pada saat pulang ke  kampung ku di desa Meluwiting, Kedang, kecamatan Omesuri. "Aku tersesat"   Kenapa tersesat ?????


baca cerita lucu, geli dan menjijikan ini.


Saya sudah 2 minggu di Lembata, dari kampung Meluwiting ke Lewoleba, aku  menggunakan lori yang di kota lain biasa untuk angkat sampah, namun di tempat  di Lembata di modif menjadi kendaraan penumpang. Dan bagi masyarakat Kampung ku sebuah transportasi yang istimewa.

Jam 15.00 wita saya mengunakan kendaraan sepeda motor untuk pulang ke kampung saya, di kedang kecamatan Omesuri.




Dari rumah di Lewoleba kedang harus melewatai terminal alam buat orang kedang pulang kampung.
Terminal kendaraan orang kedang ini, kalau masyarakat Lembata bilang terminal.

Bagi  orang baru, geli dan heran mendengar mereka   mengatakan terminal. pada saat saya  baru sampai dari Bandara Wunopito dengan menggunakan ojek, dan tukang ojek membawah saya ke terminal, dalam pemikiran saya terminal pasti seperti di kota lain, tempat kendaraan menaikan dan menurunkan penumpang.

Sampai di terminal yang di maksud ternyata terminalnya di bawa pohon reo. saya tidak kaget biasa Daerahku masi ketingalan tidak seperti kota lain di Indonesia.

 Ok kita ke fokus Jalan tersesat.

 Jarak simpang  jalan menuju Kedang, melewati terminal sekita 1. 1/2 km.  kita sudah bertemu dengan simpang tiga tersebut antara Kedang dan Ile Ape. 


Karena tidak  ada petunjung ara jalan  di persimpangan  tersebut, k saya tancap gas motor terus dan terus melewatinya.

Ternyata  salah jalan, dalam perjalanan saya berpikir jalan menuju ke Kedang masih jauh lagi. Pada hal sudah saya melewatinya. Aku menemukan dua simpang, saya yakin jalan belok ke kanan ini jalan menuju kedang, dengan semangat dan keyakinan oper gigi mote 4 dengan kecepatan 90 km/jam.

Ternyata saya salah jalan, jarak dari terminal.  seharusnya simpang yang pertama dari terminal itu yang harus saya belok kanan.

Dari salah jalan ini tibalah aku di sebuah kampung,  saya melihat air laut disebelah kanan. Aku bingung dan bertanya dalam hati apakah ini kampung merdeka?

semakin bingung, kebiasaan jalan menuju kedang air laut sebelah kiri, kok ini posisi air laut di sebelah kanan. 


Saya terus menelusuri jalan kampung itu, sampai saya di ujung perkampungan, ternyata jalan buntuh.
 
Saya bingung, akhirnya saya bertanya kepada beberapa warga yang sedang berdiri di pinggir jalan. Saya bertanya kepada seorang ibu. 


Ibu...!?? ini dimana dan apa nama kampung ini?, ibu yang sedang gendong anak itu menjawab, Ini desa Kima Kama.


Sambil bertanya saya membuka helmet,  di kepala ibu itu mundur. kenapa ibu itu mundur.....?

Karena takut melihat rambut saya, dan  anak di gendongnya menangis. saya memasang helmet kembali ke kepalaku dan mengucapkan terima kasih. motor dalam posisi hidup, saya  pergi meninggalkan mereka.......

Di ujung kampung jalan pulang, saya bertemu dengan 2 orang ibu yang pulang dari kebun.

saya berhenti motor, bertanya lagi kepada kedua ibu itu.

Bu...! numpang tanya...... Jalan menuju kedang dimana? salah satu ibu yang sedang bawa kayu bakar, cuma nunduk sementara ibu yang satunya menjawab.

Kata ibu itu.....! Bapak keluar lagi dari sini, menuju ara ke lewoleba, sampai disimpang jalan menuju Ile Ape belok kiri sampai mau dekat terminal orang kedang, ada simpang ke kiri, itu jalan menuju kedang, kata ibu itu.

Kali ini saya tidak buka helmet karena takut mereka lari, melihat rambut keribo ku.

Saya  ucapkan terima kasih kepada dua orang  ibu tersebut, Dan mereka berdua berlalu di hadapan ku.

Saya pun star motor dan pergi meninggalkan mereka. sambil berkata dalam hati ternyata orang Ile Ape baik dan rahmah.

Petunjuk dari kedua Ibu tersebut saya dengan motor vega R kembali menuju Lewoleba.........

Sementara matahari sudah mulai terbenam di atas gunung Labalekan..... dengan kecepatan 80 km perjam balik pulang ke arah jalan yang di tunjuk....

Sampai di sana saya menole ke ara kiri ternyata itu jalan menuju Kedang - Omesuri . ....

Dalam hati saya agak kesal ...... namun kekesalan saya tidak ada gunanya.......

Ternyata jalan menuju kedang paling parah. Banyak jalan  berlubang, lari motor diatas kecepatan 30 km perjam harus hati-hati, salah mengelak lobang atau batu maka ...... tau diri .... jatuh....
lihat di blog saya ..."ANAK PULAU LEMBATA"

 
Saya sampai di kampung jam 8 malam waktu setempat (wita).
pembaca yang budimana....Seharusnya Pemerintah Kabupaten Lembata membangun Gapura di simpang tiga tersebut. Tidak hanya di simpang menunjukan ara jalan ke Kedang dan Ke Ile Ape saja.
Tetapi di seluruh persimpangan di dalam kota Lewoleba dan jalan menuju luar kota di Lembata.

Kabupaten Lembata dengan Ibu Kotanya Lewoleba, walaupun Ibu kota kabupaten namun Lewoleba tidak bedanya dengan perkampungan di pulau Lembata pada umumnya.

Kabupaten Lembata tidak memiliki Pusat kota, Bahkan Mall dan Swalayan tidak ada di Kota ini. Ketika saya dari kampung  ke ibu kota Lewoleba pada pagi hari, kita mencari sarapan pagi dan mengopi di pagi hari, tidak ada satupun kedai kopi yang buka disana, dan memang tidak ada.

Satu bulan aku berada di Pulau Lembata tepatnya di kampung aku Meluwiting kecamatan Omesuri.

Aku melihat Sudah ada perkembangan di kampung halamanku, Pada tahun 1990 aku keluar meninggalkan Pulau Lembata tepatnya 23 tahun lalu setelah aku tamat sekolah di "SMEA SURYA MANDALA" Waiwerang Adonara Flotim.

Dulu rumah yang masih berdiding anyaman  bambu dan beratapkan rumput alang2 kini sudah diganti dengan bangunan setengah tembok dan beratapkan seng.

kebutuhan hidup di Lembata lebih cukup tinggi di banding dengan Kota lain. Itu kita sadari bahwa biaya teransportasi cukup mahal.

Hanya  infastruktur dan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Lembata masih tidak tertata dengan baik.

.
Pada akhir cerita " tersesat jalan pulang " saya mengajak pembaca untuk merenungkan bahwa ' Hujan Emas di Negeri Orang Hujan Batu di Negeri Sendiri"

Wasalam buat pembaca yang budiman.... ini kisah saya pulang kampung pada bulan januari 2014 yang lalu.... 



Siapa bisa berinvestasi di pulau Lembata.......?????

Kalau mau berbuat dan merubah nasip dan wajah kampung kita........


SEKIAN



KITA SAMBUNG DAN BERTEMU LAGI DALAM JUDUL CERITA

"PARIWISATA DI LEMBATA MASIH TERTIDUR"
By. Nikolaus Laka Amun Mama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar