Rabu, 04 Februari 2015

PAD BATAM DARI PBB RP 80 MILIAR TERNCAM HILANG



PAD BATAM DARI PBB RP 80 MILIAR TERNCAM HILANG

PAD Batam dari PBB Rp 80 Miliar Terncam Hilang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batam dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 80 Miliar terancam hilang di 2016 mendatang. Ini setelah adanya
Pernyataan menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursydan Baldan yang berencana untuk menghapus PBB dan nilai jual objek pajak (NJOP).
Jika ini direalisasikan, penambahan SKPD di Pemko Batam seperti pelayanan pajak daerah yang sudah diusulkan ke DPRD Batam terancam
gagal. Walikota Batam, Ahmad Dahlan mengaku kaget dan belum tahu mengenai hal tersebut.
Selain itu, penambahan struktur SKPD Batam, berpeluang batal, untuk dinas pelayanan pajak daerah, yang diusulkan ditambah, menyusul pelimpahan PBB dan BPHTB dari pusat ke daerah.
"Tapi ini, kan (PBB, red) baru diserahkan ke daerah, sudah diputus lagi. ‎Yang jelas, APBD kita menjadi Rp2 triliun, karena retribusi dan pajak. Disitu ada dari PBB. Lumayan besar," katanya.
Meski demikian, Dahlan mengaku siap menjalankan keputusan pemerintah pusat. Walau baru sekitar dua tahun, pemerintah menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah, memungut PBB.
"Kita selaku pemerintah daerah, patuh dan tunduk. Kita tidak bisa melawan. Tapi kalau berapa yang potensi pendapatan hilang, kita belum tahu," sambungnya.
Tetapi sebelumnya Kepala Dinas pendapatan Pemko Batam pada tahun 2013, realisasi pembayaran PBB-P2 Batam, sekitar Rp78 miliar. Itu diterima secara langsung, setelah ada pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah.
Sementara pada tahun 2014, target PAD dari PBB sekitar Rp80 miliar. Hingga Oktober tahun lalu, Pemko Batam sudah menerima pendapatan dari sektor PBB, sekitar Rp78 miliar.
"Jadi sudah masuk juga BPHTB didalam, setelah dilimpahkan pusat ke daerah," Kata Jeffriden.
Beberapa hari lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan berencana menghapus pajak bumi dan bangunan (PBB) dan nilai jual objek pajak (NJOP) yang selama ini menjadi patokan harga tanah.
Politikus Nasdem itu menjelaskan wacana penghapusan PBB karena dinilai sudah membebani masyarakat yang selama ini kesulitan membayar pajak.
”Kami tidak ingin PBB menjadi alat usir alamiah bagi masyarakat,” katanya.
Menurut dia, dalam banyak kasus, PBB dinilai kerap membebani masyarakat. Terutama mereka yang berpenghasilan rendah, namun kebetulan tinggal di wilayah-wilayah strategis.
Salah satunya, Ferry mencontohkan, para pensiunan ataupun janda yang masih tinggal di kawasan-kawasan dengan nilai pajak yang tinggi harus pontang-panting memenuhi kewajiban membayar PBB. Padahal, dari sisi keuangan keluarga, pemasukan juga sudah terbatas. ”
Alasan lain Menurut  Ferry adalah berkaitan dengan aspek filosofis bahwa Tuhan itu menciptakan tanah hanya sekali. Karena itu, tidak selayaknya pajak atas bumi ditarik tiap tahun. Ferry memandang, pajak terhadap bumi cukup dibayar sekali, yaitu saat masyarakat kali pertama membeli sebidang tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar