Jumat, 21 November 2014

KESAKSIAN STAFF WAKIL GUBERNUR KEPRI SOERYO RESPATIONO DALAM KURUNGAN DI MAKO BRIMOB POLDA KEPRI

Patrick Nababan menulis catatan baru: Lima Jam di Balik Desingan Peluru.
Tulisan ini menceritakan pengalaman bekerja yang tidak akan mungkin saya lupakan. Tulisan ini memuat cuplikan peristiwa tanpa bermaksud menyudutkan pihak manapun
--------------------
Sebuah dering telepon pukul 14.35 pada Rabu, 19 November 2014 lalu, membuat Komandan Korps Brimob Polda Kepri Tory Kristianto, terpaku diam. Raut wajahnya serius menyimak laporan dari anak buahnya, yang mengabarkan berita genting. Dengan suara tegang dari seberang telepon, anak buahnya mengabarkan sepuluh pucuk senjata milik Batalion 134/Tuah Sakti diisukan raib entah kemana.
Mendapat laporan genting tersebut, Kasat Brimob Polda Kepri saat itu juga langsung berkoordinasi dengan Danrem 033/WP Brigjen Eko Margiyono dan Wakil Gubernur Kepri Dr.Soerya Respationo,SH MH yang kebetulan baru selesai melakukan konferensi pers. "Siap.. Siap..," kata Danrem sambil buru-buru pamit.
Hari itu, seperti hari-hari lainnya. Saya yang kerap mengikuti rangkaian kegiatan Wakil Gubernur tidak berfirasat macam-macam. Namun, kasak kusuk diantara anggota Brimob membuat saya semakin bertanya-tanya. Ada apa ini?
Sebagai warga sipil yang tidak memahami kondisi, Saya tetap duduk santai tak jauh dari musholla sambil memperhatikan gerak-gerik anggota Brimob yang mondar-mandir. Beberapa senjata laras panjang terlihat dikalungkan di leher anggota Brimob.
Beberapa wartawan dan staf Wakil Gubernur yang kebetulan masih tersisa di Mako Brimob mengernyitkan dahi. Mereka tidak tahu informasi akan ada rencana pengepungan Mako Brimob oleh pasukan entah siapa.
Seorang perwira pertama Brimob lantas segera memerintahkan rekan-rekan wartawan dan staf Wagub untuk menyingkir dan mencari tempat yang aman. “Siap Pak!” rekan-rekan wartawan kompak menjawab perintah perwira tersebut.
Sejak pukul 15.00, pintu gerbang markas Brimob ditutup. Beberapa anggota Brimob seperti diperintah berlarian masuk ke hutan sambil menenteng senjata. Sedangkan dari Mako Brimob, Wakil Gubernur Kepri Dr.Soerya Respationo, memerintahkan mobil dinasnya bergeser ke tempat yang aman.
Sebuah kendaraan baracuda disiagakan di depan rumah dinas Kasat Brimob. Tak lama berselang, satu lagi mobil lapis baja bergeser ke samping kendaraan baracuda dengan posisi siap perang. Dari markas gegana yang letaknya tepat diatas Mako, berhamburan personel Brimob lengkap dengan rompi anti peluru.
Semuanya membawa senjata. Tujuan mereka cuma satu, mempertahankan Mako Brimob yang diisukan akan diserang. Diserang oleh siapa? Entahlah.
Semakin sore, situasi semakin mencekam. Lima wartawan pun mulai kasak-kusuk. Keluar Mako Brimob tidak bisa, bertahan didalam pun berbahaya. Simalakama.
Sekitar pukul 15.30, Wakil Gubernur Kepri Dr.Soerya Respationo, Kasat Brimob Kombes Tory memilih mengungsi dari Mako Brimob ke Mako I yang letaknya di puncak bukit menggunakan mobil Pick Up.
Saya pun ikut bergegas keluar markas menuju Mako I. Suasana di Mako I terlihat lebih cair dibandingkan dengan Mako. Beberapa personel Brimob duduk santai sambil diselingi tawa kecil. Saya pun menceburkan diri ikut bercengkrama dengan personel Brimob lainnya.
Waktu saat itu menunjukkan pukul 16.20. Seluruh anggota Brimob mendadak dikumpulkan di halaman Mako I untuk briefing. “Dar Der Dor”. Tiba-tiba letusan senjata api terdengar dari arah depan Mako I Brimob.
Personel Brimob yang sedang melakukan briefing langsung berhamburan. Ada yang merunduk, ada yang jongkok, dan ada yang langsung bersembunyi ke dalam markas. Tiangpun jadi tempat bersembunyi. Sekitar lima detik lamanya letusan senjata api terdengar dari arah depan Mako I.
Saya, Harun dan Purnomo, staf humas protokol Kepri belum menyadari bahaya. Kami masih berdiri tanpa sadar peluru melintas diatas kepala kami. “Kalian tiarap!” perintah personel Brimob entah dari mana. Sontak kami pun langsung berlindung dibalik mobil-mobil yang terparkir didepan Mako Brimob.
Bertiga, kami saling pandang sambil berusaha memahami apa yang sedang terjadi. “Itu suara tembakan. Dimana mereka. Dimana mereka. Cepat cari,” teriak Rizal anggota Brimob sambil tiarap.
Kami yang saat itu berada di alam terbuka terbuka tidak menyadari bisa menjadi sasaran empuk tembakan. Saya lantas memutuskan mengajak Harun dan Purnomo untuk mengungsi kedalam Mako. Berlari sambil merunduk, kami berhasil masuk ke ruangan ditengah letusan senjata. Wajah saya pucat. Harun dan Purnomo, sama saja.
Tuhan masih sayang sama saya. Sebuah kaca tak jauh dari tempat kami berdiri pecah berantakan seperti dihantam peluru. Ribuan ucapan sukur pun langsung Saya panjatkan ke Tuhan. Suasana kembali tenang tanpa tembakan.
Namun, situasi didalam Mako I Brimob semakin mencekam. Puluhan personel Brimob yang tidak siap diserang langsung dikumpulkan. Mereka dibriefing kembali. “Kamu kedepan. Tiarap. Jangan jongkok, mati kamu nanti,” bentak perwira Brimob memerintahkan anggotanya mengambil posisi.
“Sayap kanan, segera tempatkan personel” sambungnya lagi. Suasana mencekam. Sementara itu, sekitar pukul 17.20 ruangan mulai gelap. Tiba-tiba iring-iringan Pangdam Bukit Barisan Mayjen Winston memasuki Mako I Brimob.
Tanpa banyak bicara, Pangdam yang ditemani Danrem Brigjen Eko memasuki ruangan sisi kanan Mako I. Mereka tak lama didalam ruangan, langsung kembali ke mobil dinas. Iring-iringan kendaraan Pangdam pun beringsut meninggalkan Mako I Brimob.
Tiba-tiba, letusan senjata kembali meletus. Personel Brimob pun langsung diperintahkan mematikan lampu halaman depan gedung dan seluruh markas..
“Semua tiarap. Tetap waspada,” teriak perwira Brimob dari ujung ruangan. Gedung Mako I Brimob mulai gelap. Tembakan pun meletus kembali. Kali ini cukup panjang.
Suara adzan maghrib mulai terdengar sayup-sayup dari komplek perumahan penduduk yang terletak di depan Mako I Brimob. Tidak ada suara tembakan. Namun personel Brimob yang berjaga masih tetap siaga lengkap dengan senjata di titik pertahanan.
Adzan pun berhenti berkumandang. Suara tembakan tidak terdengar. Saya pun bernafas lega berharap tembakan berhenti. Waktu berjalan lambat. Saya, dan staf humas protokol lainnya hanya bisa duduk jongkok tanpa bisa berbuat apa-apa.
Menyelematkan diri keluar dari Mako I sepertinya mustahil. Tembakan sewaktu-waktu bisa kembali terjadi. Hampir sejam kami hanya duduk, dan berbicara seperlunya saja. Suara adzan Isya kembali terdengar.
Tak ada suara tembakan. Sunyi senyap. Gelap gulita di Mako Brimob. Saya pun mengambil blackberry di saku celana. Saat itu jam di gadget saya menunjukkan pukul 19.31. Belum sempat saya mengetikan pesan ke Istri, tiba-tiba suara desingan peluru terdengar dari sisi kanan tempat saya bersembunyi.
Suaranya jelas, dan beruntun. Saya pun langsung merunduk. Letusan senjata pun bertubi. “Jangan dibalas. Tetap tenang,” teriak suara di ujung radio tangan atau disebut orari salah satu perwira.
“Pergerakan disisi depan. Mohon waspada.” kata suara di radio tersebut. “86, ndan” jawabnya. Tembak menembak tanpa henti terus terdengar. “Komandan, mereka berhasil masuk ke saluran air,” teriak personel brimob di ujung radio tanpa menjelaskan yang dimaksud “mereka” itu siapa.
Malam itu suasana di Mako I sangat tegang dan mencekam. Satu-satunya perwira hanya Kasat Brimob, Kombes Tory. Sementara itu, Wakil Gubernur Kepri Dr.Soerya Respationo berada di sisi kiri gedung.
Tembakan terus terjadi. Sesekali suara pecahan kaca, tembusan peluru di tembok terdengar dari balik kami berlindung. Jujur, Saya ciut. Nafas mulai sesak. Dada terasa sesak. Mata mulai berkunang-kunang.
Kondisi yang sama juga dirasakan rekan-rekan dari Personel Brimob. Mereka pun bergetar mendengar desingan peluru dari samping tempat kami berlindung.
Rasanya nyawa mulai lepas dari raga. Terlintas wajah Istri, anak, orang tua dan orang-orang yang disayang. Kemungkinan terburuk pun mulai saya kalkulasikan. Pikiran pun coba saya alihkan. Nafas dicoba ditenangkan. Berdoa dan tetap mengucap sukur atas apa yang sedang saya alami saat ini sesuai dengan pesan orang tua saya. “Susah, senang selalu bersukur,”
Sementara itu di dalam gedung Mako I Brimob sejumlah senjata disiagakan oleh para Polisi yang terjebak untuk mengantisipasi jika situasi tidak memungkinkan. Perang sudah pecah. Situasi tidak terkendalikan. “Barak Teratai dibakar komandan. Motor juga dibakar semua,” tiba-tiba suara radio terdengar.“Tetap tenang. Waspada,” jawab perwira tersebut. Waktu saat itu menunjukkan pukul 21.45.
Suasana semakin mencekam menjelang pukul 22.30. “Satu orang tertembak komandan,” kata personel brimob di ujung radio. “Tenang. Tenang... Tahan tembakan,” jawab perwira tersebut.
Kerumunan masyarakat mulai memenuhi markas Brimob. Letusan senjata pun mulai berkurang intensitasnya. Menjelang pukul 23.00 kami mendapat informasi bahwa pimpinan saya, Wakil Gubernur yang sejak sore berlindung dibalik ruang Kasat Brimob akan segera dievakuasi. Persiapan dilakukan.
Sebuah mobil baracuda yang terpakir dibelakang Mako I pun sudah siap. Evakuasi berjalan dramatis ditengah kegelapan malam. Wakil Gubernur Kepri dengan tenang berjalan menuju kendaraan tersebut. Beliau diapit dua personel Brimob bersenjata lengkap. Senyum khasnya pun masih terlihat sepintas saat memasuki kendaraan rantis sekitar pukul 23.20.
Mobil tersebut pun langsung mengebut meninggalkan Mako I Brimob. Saya dan rekan-rekan humas protokol dan wartawan pun segera memanfaatkan situasi ini. Memberanikan diri, saya langsung mengajak teman-teman wartawan memasuki mobil milik saya yang terparkir tepat disisi kanan gedung. Tak pelak sekitar 11 orang masuk kedalam mobil Honda Freed milik Saya sambil mengendap-ngendap. Dramatis....
Suasana masih mencekam ketika saya menjalankan mobil keluar markas. Takut menjadi sasaran tembak, seluruh lampu didalam mobil saya nyalakan. Maksudnya cuma satu. Agar siapapun dapat melihat penumpang didalam mobil tersebut adalah masyarakat sipil.
Setelah hampir lima jam tiarap dan berlindung dari peluru, sekitar Pukul 23.30 kami pun bebas.
saksi kunci staff Provisi Krpri. yang terkurung bersama 4 wartwan lainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar